Judul Buku : Puya ke Puya
Penulis : Faisal Oddang
ISBN : 978-979-91-0950-7
Penerbit : Kepustakaan Populer Gramedia (KPG)
Penyunting : Christina M. Udiani
Ilustrasi Sampul : Pramoe Aga
Perancang Sampul : Teguh Erdyan
Penataletak : Dadang Kusmana
Tanggal Terbit : Oktober 2015
Harga : Rp55.000,00
Tebal : 215 halaman
Puya ke Puya—Novel yang menceritakan tentang aluk atau adat Toraja dalam mempersiapkan pemakaman untuk menuju puya (alam baka), ternyata ditulis oleh seorang yang masih sangat muda. Padahal, kebanyakan penulis muda yang saya baca tulisannya hanya menuliskan tentang kisah percintaan atau teenlit dan bukannya mengenai adat yang menurut saya agak ‘berat’.
Ini ulasan buku pertama yang saya tulis. Sebenarnya saya bingung mau menuliskannya darimana. Tapi mulai sajalah dari penampakan sampul bukunya. Hehehe… Pertama kali melihat tampilan luar novel karya Faisal Oddang ini, yang terlintas dalam pikiran saya, kenapa berwarna merah? Padahal tema yang diusung untuk novel ini adalah kematian, alam baka atau seperti judul novel ini, Puya. Bukankah hitam lebih menggambarkan hal tersebut?
Baru membaca bagian pertama, langsung saja kita diajak untuk mempersiapkan kematian. Ah, awal yang menurut saya lumayan bikin merinding, tapi menarik. Menarik kita untuk terus membaca. Well, ini bukanlah tipe buku yang saya suka. Namun Faisal mampu untuk membuat saya—yang tidak suka membaca sesuatu yang puitis—terus membaca hingga halaman terakhir yang ia tulis.
Faisal menuturkan adat Toraja dalam bahasa yang mudah dipahami dan memperkaya pengetahuan pembacanya. Dulu, saya hanya mengetahui upacara adat rambu solo saja tanpa mengetahui ternyata ada banyak tahap sebelum mencapai itu. Ia membuatnya semakin menarik dengan bumbu fiksi romance di dalamnya. Meskipun kisah Allu dan Malena bisa saya tebak akhirnya bagaimana (ini mungkin karena saya yang jago menebak. Hehehe…), kisah cinta mereka tetap menarik untuk dibaca. Ia membuat cerita tentang kebudayaan Toraja ini menjadi sesuatu yang patut untuk disimak dan membangun imajinasi pembaca untuk membayangkan alam arwah yang ia deskripsikan dalam kalimat-kalimatnya.
Faisal memasukkan pemikiran-pemikiran pembaca seperti saya yang beranggapan bahwa sesungguhnya adat Toraja sangat memberatkan namun sekaligus memperlihatkan mengapa adat tersebut penting untuk dipertahankan. Novel ini mengajak pembacanya untuk ikut berpikir dengan alur mundurnya. Pergantian sudut pandang para tokoh yang ditandai dengan tanda bintang mudah untuk diikuti dan menurut saya, unik. Meskipun kemudian saya harus membaca berulang kali bab terakhir untuk mengerti akhir dari cerita. Ah, sepertinya saya saja yang lemot karena tak bisa cepat memahami. Hehehe…
Menurut saya, ini merupakan cara yang bagus dan tidak membosankan untuk memperkenalkan budaya Indonesia yang begitu kaya. Menceritakan budaya dengan sentuhan fiksi namun tidak menambahkan ataupun mengurangi hal sebenarnya.
Secara umum, saya memberikan nilai 8 dari 10 untuk novel ini.
Ini buku pertama Faisal Oddang yang saya baca, dan seperti pesan yang ia sisipkan pada bukunya yang saya beli, tentu saja ini tidak akan menjadi buku terakhirmu yang saya baca! And I’m proudly announce that I’m your big fan now! Officially.
Ini penulisnya orang mna ya? Penasaran mau baca bukunya…