Judul Buku : Natisha—Persembahan Terakhir
Penulis : Khrisna Pabichara
ISBN : 978-602-6799-12-8
Penerbit : JAVANICA
Penyunting : Shalahuddin Gh
Penggambar Sampul : Yudi Irawan
Penataletak : design651
Tanggal Terbit : Mei 2016
Harga : –
Tebal : 421 halaman
Saya tertarik untuk membaca novel karya Daeng Khrisna—sapaan akrab Khrisna Pabichara—karena seorang teman merekomendasikan buku beliau dan bahkan memberikan saya buku tersebut lengkap dengan tanda tangan penulisnya. Siapa yang bisa menolak?
Natisha, sebuah novel yang menceritakan mengenai sejarah, budaya, mitos, sekaligus kisah cinta yang rumit dan penuh perjuangan antara Daeng Tutu dan Natisha. Kisah cinta mereka menemui banyak kendala dikarenakan status sosial yang berbeda. Natisha adalah seorang bangsawan dengan gelar karaeng, sedangkan Tutu hanyalah seorang biasa.
Namun, yang menarik dari novel ini bukanlah kisah cinta mereka, tetapi kisah tentang Parakang atau manusia jadi-jadian. Kisah Tutu mencari Natisha yang diculik oleh Rangka sehari sebelum mereka resmi menikah sangat menarik untuk disimak. Rangka sendiri adalah sahabat Tutu yang menganut ilmu parakang—sebuah ilmu hitam kuno yang dipercaya telah punah. Dan demi menyempurnakan ilmunya, Rangka menculik Natisha, untuk digunakan sebagai persembahan terakhir. Bagi kalian yang tak suka cerita berbau mistis, sebaiknya mulailah membaca ini, karena Daeng Khrisna menuturkannya dengan sangat lugas dan juga membuat saya yang tak begitu percaya tentang Parakang bertanya-tanya dalam hati, apakah yang demikian memang benar adanya?
Butuh waktu hampir satu tahun bagi saya untuk menyelesaikan membaca Natisha. Bukan karena tidak menarik, sama sekali bukan. Saya tak kunjung selesai membacanya karena saya tak begitu menyukai sejarah. Daeng Khrisna banyak sekali menceritakan tentang sejarah di sela-sela ingatan Tutu mengenai Natisha dan itu berat untuk saya. Meskipun demikian, tak dapat saya pungkiri, membaca Natisha membuat saya memiliki banyak pengetahuan baru mengenai adat istiadat dan budaya suku Makassar. Meski butuh waktu lama membacanya, begitu menginjak bab-bab pertengahan saya justru tak bisa berhenti membaca. Saya lebih tertarik membaca kisah Tutu mencari Rangka dibandingkan flashback kisah cintanya bersama Natisha. Kisah Tutu mengejar Rangka—penganut parakang—yang menculik tunangannya, Natisha, sungguh menghipnotis saya. Membuat saya terus membuka lembaran demi lembarannya karena rasa ingin tahu yang tidak terpuaskan.
Saya akui, bahwa proses penulisan buku ini pastilah menguras energi dan waktu yang tidak sedikit. Dibutuhkan banyak buku dan narasumber untuk menghimpun data sejarah yang disajikan dengan cara yang berbeda di dalam novel ini.
Oh iya, saya jadi berhitung-hitung, sejak umur berapa Natisha dan Daeng Tutu berpacaran dan di umur berapa mereka kemudian hendak menikah. Tapi saya tak kunjung mendapatkan angka yang cocok. Atau mungkin saya yang tak pandai berhitung. Hehehe…
Pokoknya, buku ini wajib masuk dalam daftar bacaan bagi kalian yang mencari cerita fiksi yang berbeda dari kisah fiksi lainnya. Dan setelah membaca akhir kisah Natisha dan Tutu, sepertinya Daeng Khrisna berencana untuk membuat sekuelnya. Ditunggu novel selanjutnya Daeng!
Top