Sebagai seorang perantau, mudik lebaran merupakan hal wajib yang rutin dilakukan tiap tahunnya. Yah, meskipun tak setiap tahun saya bisa mudik dikarenakan banyak hal, seperti jadi security di rumah sakit saat koas dulu, tahun ini saya bisa mudik tanpa dirisaukan dengan pikiran kapan harus kembali ke tanah rantauan.
Salah satu hal yang biasanya menjadi ketakutan para perantau ini (tidak termasuk saya) saat mudik adalah ketika keluarga menanyakan pertanyaan keramat, “Kapan nikah?”. Hahaha… Dengan bangga saya mengatakan saya tidak termasuk di dalam kelompok yang takut dengan pertanyaan itu. Mengapa? Karena keluarga saya tak pernah menanyakannya. Bahkan sekedar bertanya siapa yang saat ini sedang dekat dengan saya pun tidak. Oke, tante dan oom saya mungkin sedikit usil bertanya tentang ini dan itu, namun mereka tak pernah sekalipun mengungkit masalah nikah.
Keluarga besar saya kebanyakan bekerja di pemerintahan dan sebagian besarnya lagi punya beberapa bisnis. Jarang di antara mereka yang menikah di usia muda. Bahkan kakek saya menganut paham bahwa mengejar karir selagi muda sangat penting. Mungkin karena hal itulah, di usia saya yang hampir memasuki seperempat abad ini, belum ada yang khawatir dan menanyakan kapan saya akan menikah. Termasuk mama dan papa. Boro-boro bertanya kapan nikah, siapa yang saya pacari saja tak mereka hiraukan. Mereka masih menganggap saya yang telah bergelar dokter ini seorang gadis kecil. Membicarakan seandainya saya menikah saja bisa membuat mereka terbahak tak berhenti.
Saya jadi heran, pertanyaan kapan nikah ini kok bisa jadi trending topic saat lebaran begini ya? Ketika berada di kampung dan berbincang dengan keluarga, saya justru disuruh langsung lanjut sekolah lagi, ditanya mau jadi dokter spesialis apa, mau nyari beasiswa ke luar negeri atau tidak, dan berderet pertanyaan tentang profesi yang bikin sakit kepala. Jujur, memikirkan mau melanjutkan sekolah lagi membuat saya sedikit mual. Hehehe…
Saya jadi berpikir, kira-kira kapan mama dan papa akan menanyakan pertanyaan keramat itu kepada saya? Ehm, bukannya saya ngebet banget pengen nikah. Tapi saya hanya penasaran, kapan mereka akan menganggap saya cukup dewasa untuk bisa mulai berkeluarga. Lalu, muncul pertanyaan lain, jika mereka telah menganggap saya cukup dewasa saat ini, memangnya ada seseorang yang bisa saya bawa ke hadapan mereka untuk dimintai restu? Untuk sekarang, memang tak ada, tapi jika demikian, apakah mereka berniat menjodohkan saya? Astaga, memikirkan perjodohan kok kesannya jadul banget ya? Hahaha… Dan pikiran-pikiran konyol seperti itu kadang membuat saya geli sendiri.
Mengutip kata-kata teman, “Jodoh sudah diatur, rejeki sudah ditakar, mengapa masih ragu melamar?” . Kedengarannya mudah. Menikah selain menyempurnakan separuh agama, ia juga merupakan pintunya segala rejeki. Menikah memang sebaiknya disegerakan, tetapi saya pikir sangat tidak bijaksana jika terburu-buru menikah hanya karena keluarga yang selalu menanyakan.
Yah, beda keluarga, beda tradisi. Dan beginilah kondisi keluarga saya. Maaf, jika isi tulisan ini sepenuhnya curhat. Hehehe…
Jadi, sudah berapa kali kah kamu ditanya perihal menikah mudik lebaran kali ini?
Saya justru tak pernah ditanyakan begitu. Hahahaha….. 😛
Hampir setiap hari dan tak sanggup dihitung pake jari tangan dan kaki hahaha jdoh yg blum ada