Kau terbangun di tengah malam yang gelap. Matamu terbuka, kau menyadari keadaan sekitarmu, namun sedikitpun kau tak mampu menggerakkan tubuh. Kau merasakan ada seseorang atau sesuatu yang tengah memperhatikanmu di ruang tidurmu. Kau tak dapat melihatnya. Kau hanya merasakannya. Kau tak berdaya dan semakin ketakutan. Lalu, kau melihat sesuatu yang mendekatimu, sesuatu dengan bentuk tak jelas, sesuatu yang menyerupai manusia. Tiba-tiba beban yang sangat berat menindih dadamu, menekanmu hingga kau sulit untuk bernapas, kau terengah berusaha untuk mengambil udara sebanyak kau bisa, kau bahkan merasa seperti ajal siap menjemputmu.
Mungkin seperti itulah kalimat yang bisa mendeskripsikan perasaan orang yang mengalami “ketindisan”. Jujur, saya belum pernah mengalami hal yang demikian, namun mendengar seorang sahabat yang beberapa kali mengalaminya, saya jadi bersyukur saya tak pernah mengalami gangguan tidur yang demikian.
Kata orang dulu sih, fenomena “ketindisan” ini atau bahasa lainnya “erep-erep”—jangan tanya saya kenapa bisa dinamakan erep-erep—adalah keadaan saat ada mahkluk halus yang menindih tubuh kita ketika tidur. Ih, membayangkannya saja saya sudah merinding. “Makanya, sebelum tidur, bacako doa! Biar ndak ketindisan!” Begitulah omelan yang selalu dilontarkan seorang teman kepada teman saya yang lainnya yang lumayan sering ketindisan.
Namun, ternyata fenomena ini bisa dijelaskan secara medis. Para ahli percaya bahwa, ketindisan bukanlah suatu hal gaib tetapi merupakan hal yang wajar dialami oleh seseorang dalam tidurnya. Dalam ilmu kedokteran, ketindisan atau erep-erep ini disebut sebagai Sleep Paralysis atau jika dibahasa indonesiakan diartikan sebagai kelumpuhan saat tidur.
Proses tidur tidak sesederhana menutup mata kemudian bermimpi lalu terbangun. Ketika tidur, terdapat proses yang lumayan rumit di dalamnya. Untuk singkatnya, proses dan tahapan tidur dibagi menjadi dua, yaitu NREM (non rapid eye movement) dan REM (rapid eye movement). Kedua tahap ini terjadi dan berulang setiap beberapa jam selama siklus tidur kita hingga kita terbangun. Saat memasuki tahap REM inilah yang disebut sebagai tidur dalam dan pada tahap inilah kita bermimpi. Saat memasuki tahap REM, otak memberikan perintah kepada tubuh untuk tidak bergerak. Atau dengan kata lain, otak memberikan perintah agar tubuh lumpuh sementara. Hal ini dilakukan oleh otak sebagai antisipasi agar tubuh tidak bergerak mengikuti apa yang kita mimpikan.
Nah, saat dalam kondisi tidur dalam, orang yang mengalami ketindisan terbangun dengan tiba-tiba, sementara tubuhnya masih dalam mode lumpuh yang diperintahkan oleh otak. Itulah sebabnya mengapa orang tersebut tidak dapat menggerakkan tubuhnya, padahal ia telah terbangun. Orang yang terbangun di saat tubuhnya belum siap untuk “bangun”, selain tak bisa menggerakkan tubuh, penglihatan dan perasaannya pun masih terbawa di alam mimpi, sehingga ia merasa seperti melihat dan merasakan penampakan makhluk gaib. Keadaan ini biasanya dialami selama beberapa detik hingga beberapa menit. Meskipun hanya terjadi dalam waktu singkat, tetapi tetap saja hal tersebut bisa menjadi sangat menakutkan dan menimbulkan kepanikan bagi yang mengalaminya.
“Pernahka juga ketindisan. Rasanya kayak sudahmi kugerakkan tubuhku sekuat tenaga, tapi ndak bergerak-bergerakki. Kuliatji sekelilingku, tapi itumi, ndak bisa gerak. Akhirnya menyerahma, terus lanjutka tidur.” Cerita Ayyub, seorang teman yang pernah mengalami ketindisan.
Lantas, apakah yang menyebabkan seseorang mengalami Sleep Paralysis? Ada beberapa penyebab yang diperkirakan menjadi alasan terjadinya hal tersebut. Beberapa diantaranya adalah siklus tidur yang tidak teratur, tidur dengan posisi telentang, kecemasan yang berlebihan, penggunaan obat-obatan seperti obat anti cemas, kelelahan dan lain-lain.
Cara mengatasinya tentu saja dengan memperbaiki siklus tidur kita. Usahakan tidur dengan cukup setidaknya enam hingga delapan jam setiap malam. Biasakanlah tidur dan bangun di waktu yang sama tiap harinya. Ubah posisi tidur dengan miring ke kanan atau ke kiri. Sebelum tidur, ada baiknya santai sejenak, contohnya dengan mendengarkan musik agar pikiran lebih tenang dan jangan memikirkan hal-hal yang dapat menyebabkan kecemasan atau stress. Jika mengonsumsi obat-obatan, konsultasikanlah dengan dokter kamu.
Fenomena ketindisan ini ternyata bukan saja dikenal di Indonesia, namun juga di negara-negara lain dan tentunya berbeda nama. Di Jepang, fenomena ini disebut dengan nama kanashibari yang artinya diikat oleh makhluk halus. Di Thailand, keadaan lumpuh saat tidur dipercayai diakibatkan oleh hantu yang bernama Phi Am. Lain lagi di Meksiko, masyarakat di sana menyebut fenomena ketindisan dengan sebutan se me subio el muerto. Mereka percaya bahwa kejadian ini diakibatkan oleh adanya arwah orang meninggal yang menempel pada seseorang. Intinya, semua sebutan di berbagai negara tersebut berkaitan dengan makhluk halus. Jadi, jika ada yang bilang ketindisan itu merupakan fenomena gaib, menurut kamu, itu mitos atau fakta?
wahhh kerenn kakkk.Seumur-umur baru kali ini dapat penjelasan medis tentang fenomena ketindihan.
makasih kak Kiky.
di Sunda pun namanya erep-erep.saya beberapa kali mengalaminya.lega rasanya terbangun, dada berdebar-debar, dan kehausan.
Artikel yang menarik, salam kenal:D
Kalau ketindisa, semoga nggak pernah saya alami…
Cuma nenek saya pernah ketindisan di sofa… sampai-sampai katanya teriak memanggil saya tetapi saya tidak dengar, padahal saya duduk di dekatnya sambil nonton…