HIV/AIDS; Jauhi Penyakitnya, Bukan Orangnya!

 

“HIV doesn’t make people dangerous to know, so you can shake their hands and give them a hug.” ~Princess Diana

“Ih, kasihan… Ketularan dari siapa? Padahal kan dia belum menikah.” Saya mengehela napas berat. Inilah yang selalu tak saya suka. Begitu mendengar ada yang tertular penyakit mematikan yang bernama HIV/AIDS, pasti banyak yang berpikir bahwa orang yang tertular tersebut pastilah melakukan perilaku seks tidak sehat. Seperti ucapan seorang teman saya ini. Padahal, cara penularan HIV/AIDS tidak hanya melalui perantara hubungan badan tetapi bisa juga dari hal lainnya. Contohnya saja kami, para petugas kesehatan. Kami sangat berpotensi tertular penyakit tersebut dari pasien. Entah itu karena tertusuk jarum suntik ataupun yang lainnya.

Sebelum menuduh orang lain yang terkena HIV/AIDS adalah pelaku seks bebas, kita harus tahu dulu, apa itu HIV/AIDS dan bagaimana cara penularannya. HIV adalah singkatan dari Human Immonodeficiency Virus dan AIDS adalah singkatan dari Acquired ImmunoDeficiency Syndrome. Jadi, secara harafiah, HIV/AIDS adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan lama kelamaan akan menimbulkan kumpulan gejala akibat sistem kekebalan yang menurun tersebut. HIV/AIDS memang tak bisa disembuhkan, namun dengan pengobatan bisa membuat HIV tidak berkembang menjadi AIDS dan penderita yang telah terinfeksi dapat hidup selayaknya orang sehat lainnya.

Orang yang telah tertular HIV sulit dibedakan dengan orang sehat lainnya, karena mereka memang nampak seperti orang sehat pada umumnya. Jika seseorang telah terinfeksi, butuh waktu mulai dari lima hingga sepuluh tahun untuk berkembang menjadi AIDS dan menimbulkan gejala. Akibat kekebalan tubuh yang sangat menurun, seseorang yang terinfeksi jadi mudah sekali tertular oleh penyakit.  Gejala-gejalanya bisa saja seperti penurunan berat badan yang drastis, diare yang terus menerus, batuk yang lama, juga terdapat pembengkakan di daerah lipatan paha dan ketiak. Untuk gejala lainnya, bisa juga terdapat sariawan yang tak kunjung sembuh disertai dengan pertumbuhan jamur berwarna putih di dalam mulut. Namun, jika terdapat gejala-gejala tersebut, tidak serta merta kita langsung memberikan diagnosis HIV/AIDS pada pasien tersebut. Satu-satunya cara untuk mengetahui apakah seseorang telah terinfeksi HIV adalah dengan melakukan tes darah dan bukan hanya berpedoman dari gejala yang ditimbulkan.

HIV dapat ditularkan melalui berbagai macam cara, yang pertama adalah dengan berhubungan seks tanpa pengaman—entah itu secara anal, oral, atau vaginal—dengan orang yang telah terinfeksi HIV. Selanjutnya, ia bisa juga ditularkan melalui kontak darah dari luka yang terbuka ataupun transfusi darah yang sudah tercemar dengan HIV. Virus ini juga bisa menular dari seorang ibu yang telah terinfeksi kepada bayi yang dikandungnya. Lalu, bagi orang-orang yang menggunakan jarum suntik secara bergantian—contohnya saja pada pengguna narkoba—beresiko besar untuk tertular penyakit ini. Bahkan, pisau cukur di tukang cukur yang tak digantipun bisa berpotensi menjadi sumber penularan HIV. Karena bisa saja kan ada seorang pelanggan yang terinfeksi HIV terluka dengan pisau cukur yang ada di sana, kemudian pisau cukur tersebut dipakai lagi dan melukai pelanggan yang lain? Jadi saran dari saya, bagi para pria yang biasa mencukur rambut atau jenggotnya di barber shop ataupun di tukang cukur biasa, bawalah pisau cukur atau silet sendiri untuk mencegah terjadinya hal tersebut.

Situasi terkini perkembangan penularan HIV/AIDS di Indonesia cukup memprihatinkan. Dari data yang dihimpun oleh kementerian kesehatan, dari bulan januari sampai dengan maret 2016 jumlah infeksi HIV yang dilaporkan berjumlah sebanyak 7.146 orang. Jumlah kumulatif infeksi HIV yang dilaporkan sampai dengan Maret 2016 berjumlah 198.219 orang dan jumlah kumulatif AIDS dari awal tahun 1987—pertama kali penyakit ini ditemukan, sampai dengan Maret 2016 mencapai 78.292 orang. Angka yang cukup fantastis menurut saya. Mengapa demikian? Karena kasus penularan HIV/AIDS ini sendiri seperti fenomena gunung es. Kita hanya melihat sedikit saja puncaknya, tetapi ternyata masih ada sangat banyak yang belum terlaporkan. Jika yang dilaporkan saja telah mencapai angka hampir dua ratus ribu, kira-kira ada berapa banyak lagi yang belum dilaporkan dan belum terdeteksi? Mirisnya lagi, jumlah penderita AIDS tertinggi menurut pekerjaan adalah pada para ibu rumah tangga dan kemungkinan terbesar, mereka ditularkan dari suaminya.

HIV dapat dicegah, yaitu dengan menghindari cara-cara penularan yang sudah saya sebutkan sebelumnya. Setialah kepada pasangan Anda—bagi yang belum menikah dan ingin menikah, ada baiknya untuk melakukan pemeriksaan kesehatan secara menyeluruh untuk mencegah hal-hal yang tak diinginkan. Kemudian, jangan menggunakan jarum suntik yang sama secara bergantian dengan orang lain—or let’s say, don’t do drugs. Dan terutama bagi para petugas kesehatan, selalu gunakan alat pelindung diri ketika berhadapan dengan pasien. We save lives, but we have to save ours first.

Perlu diingat bahwa, HIV/AIDS tidak menular melalui gigitan nyamuk. Penyakit ini juga tidak menular melalui berpelukan, bersalaman, tinggal serumah, memakai alat mandi bersama, ataupun berciuman—kecuali ciuman tersebut menimbulkan luka pada bibir. Intinya, HIV hanya dapat ditularkan melalui pertukaran cairan tubuh (darah, sperma, ASI, cairan vagina) orang yang telah terinfeksi.

Jadi jangan takut pada mereka yang menderita penyakit ini. Harusnya kita turut prihatin dan membantu mereka dalam mendapatkan pengobatan dan juga memberikan dukungan moral sehingga semangat hidup mereka meningkat. HIV/AIDS memang merupakan penyakit yang menakutkan, tetapi yang harus kita jauhi adalah penyakitnya, bukan orangnya. Seperti kata Putri Diana, “HIV doesn’t make people dangerous to know, so you can shake their hands and give them a hug.”

SELAMAT HARI AIDS SEDUNIA!

2 thoughts on “HIV/AIDS; Jauhi Penyakitnya, Bukan Orangnya!

Leave a Reply