Difteri; Perlu Imunisasi Gak Sih?

“Duh, galau nih apa anak saya harus diimunisasi atau gak.”

“Gak usah aja, Bu. Cukup perkuat kekebalan tubuh dengan minum madu.”

Beberapa waktu ini Indonesia tengah dihebohkan dengan kasus difteri yang mewabah diberbagai daerah. Padahal, kasus difteri ini merupakan penyakit lama yang sudah sangat jarang ditemukan—jika tak mau dibilang tak ada. Sejak saya menjadi mahasiswa kedokteran hingga berstatus dokter pun saya hanya pernah satu kali melihat pasien difteri, itu pun masih suspect. Dan menurut peraturan menteri kesehatan No.1501/MENKES/PER/X/2010 bahwa jika ditemukan satu saja kasus difteri meskipun hanya suspect bisa langsung dinyatakan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB). Nah, jika satu saja kasus yang ditemukan sudah bisa disebut sebagai KLB, bagaimana pula dengan sekarang ini yang telah memakan puluhan korban jiwa dan terjadi di setidaknya 20 provinsi di seluruh Indonesia?

Selaput pada penderita difteri

Perlu kita ketahui bahwa Difteri merupakan penyakit yang sangat menular yang ditularkan oleh bakteri Corynebacterium diphteriae. Gejala awal yang ditimbulkan mirip dengan radang tenggorokan, sehingga mungkin saja para orang tua yang anaknya terserang penyakit ini menganggapnya hal yang biasa. Padahal, penyakit ini sangat berbahaya dan bisa menyebabkan kematian. Gejala yang ditimbulkan pada penyakit ini adalah demam, sakit jika menelan, pembesaran pada kelenjar getah bening, pembengkakan jaringan lunak leher yang biasa disebut bullneck, sering juga disertai dengan kesulitan bernapas dan suara mengorok. Namun, gejala yang paling khas dijumpai pada pasien difteri adalah ditemukannya selaput di tenggorokan yang berwarna putih keabu-abuan yang mudah berdarah jika dilepaskan.

Lah, kenapa difteri bisa dibilang mematikan? Padahal, jika dilihat dari gejalanya hanya seperti penyakit pernapasan biasa saja. Bakteri Coryneum diphteriae ini mengeluarkan toksin atau racun yang bisa menyebabkan kelumpuhan otot. Selain itu, racun yang menyebar di dalam tubuh bisa menyebabkan kerusakan saraf dan jantung. Jadi penyebab kematian mendadak pasien yang menderita difteri bukan hanya karena kesulitan bernapas.

Ketika anak didiagnosis menderita difteri, yang bisa dilakukan oleh dokter hanyalah memberikan terapi suportif untuk meringankan gejala dan disertai dengan pemberian serum anti difteri dan juga antibiotik yang tepat. Pada kasus yang berat—contohnya seperti pada anak yang kesulitan bernapas—akan dilakukan trakeostomi atau pembuatan lubang pada trakea (di daerah leher bagian depan) untuk dipasangi semacam pipa/tabung agar penderita dapat bernapas langsung dari pipa tersebut.

Difteri merupakan penyakit yang sangat mudah ditularkan melalui udara. Itu sebabnya anak yang sudah terserang oleh bakteri Corynebacterium dipteriae ini harus dirawat di ruang isolasi. Lantas, bagaimana cara agar anak, adik ataupun saudara kita tidak tertular dengan penyakit ini? Jawabannya adalah dengan imunisasi, bukan dengan minum madu untuk memperkuat daya tahan tubuh seperti percakapan di awal tulisan saya di atas. Percakapan itu saya kutip dari komentar-komentar status yang berseliweran di timeline Facebook saya yang akhirnya membuat saya merasa harus membuat tulisan ini. Hehehe…

Imunisasi merupakan upaya untuk meningkatkan kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit. Caranya adalah dengan pemberian vaksin. Nah, vaksin itu sendiri dibuat dari bakteri atau virus yang sudah di non-aktifkan ataupun dilemahkan. Sehingga tidak lagi membahayakan bagi tubuh. Ada juga vaksin yang dibuat hanya dengan mengambil racun yang dihasilkan dari bakteri tertentu, nah contohnya adalah vaksin tetanus dan difteri. Diharapkan setelah pemberian vaksin, tubuh akan menghasilkan antibodi dan telah mengingat seperti apa bakteri ataupun virus tersebut, sehingga ketika virus atau bakteri yang sama menyerang, tubuh telah tahu bagaimana cara untuk mempertahankan diri.

Mengenai kontra terhadap pemberian vaksin dikarenakan vaksin mengandung zat dari babi dan haram telah terbantahkan oleh fatwa dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan juga dari penjelasan para ahli. Tidak semua vaksin menggunakan zat dari babi dan kalaupun ada, hal tersebut hanya digunakan sebagai katalisator dan sama sekali tidak bersinggungan dengan vaksin itu sendiri. Sebagai seorang dokter dan seorang muslim, saya tetap akan menyarankan dan mewajibkan pada setiap orang tua untuk memberikan imunisasi lengkap pada buah hati mereka.

Lalu, muncul pertanyaan baru, yang disebut imunisasi lengkap itu seperti apa? Untuk lebih jelasnya bisa dilihat langsung pada tabel yang terdapat pada postingan saya kali ini. Harap untuk disimpan gambarnya agar dapat digunakan sebagai pengingat untuk memberikan imunisasi pada anak-anak Anda. Untuk imunisasi difteri ini sendiri diberikan sebanyak lima kali sejak anak berusia dua bulan hingga enam tahun. Tiga pemberian pertama diberikan pada umur dua bulan, tiga bulan dan empat bulan. Imunisasi keempat diberikan pada umur delapan belas bulan. Lalu yang kelima diberikan pada umur lima tahun. Selanjutnya, dianjurkan untuk melakukan booster tiap sepuluh tahun.

Oh iya, ketika sedang berselancar di dunia maya, saya juga mendapati banyak sekali pendapat mengenai imunisasi ini. Salah satunya mengatakan bahwa imunisasi adalah konspirasi yahudi dan penganut dajjal, bahwa imunisasi itu merupakan cara menghancurkan umat muslim agar gampang sakit, lemah dan mudah ditaklukkan. Well, let’s think out of the box. Bagaimana jika kita melihat dari sudut pandang berbeda? Bagaimana jika kita berpikir bahwa ada kemungkinan gerakan anti-vaksin itu merupakan ciptaan penganut dajjal ataupun orang-orang yang tidak bertanggung jawab agar lebih mudah dan murah dalam mengendalikan populasi manusia (bukan saja hanya umat muslim)? Cukup ngasih senjata biologi seperti virus, bakteri atau kuman di saat ketahanan lingkungan (herd immunity) menurun, maka bisa menurunkan banyak populasi tanpa harus mengeluarkan biaya besar seperti perang. Hemat.

Jadi, ketika ada yang bertanya perlu tidak anaknya diimunisasi, dengan tegas saya akan menjawab hal itu perlu dan wajib. Marilah menjadi masyarakat yang cerdas dan sehat dengan memberikan imunisasi pada anak-anaknya. 🙂

Leave a Reply