Catatan Perjalanan Sail Tomini 2015 : Welcome to Palu! (bagian 1)

“Eh, ada yang mau jadi tim medis polair untuk sail tomini?”

Itulah bunyi pesan yang dikirimkan oleh seorang teman di grup line kelompok kami. Jujur, saya sama sekali tak tahu dan tak memiliki gambaran mengenai apa itu Sail Tomini, tetapi karena hampir semua teman saya di grup line tersebut mendaftarkan diri, akhirnya saya pun melakukannya. Hanya jadi tim medis kan? Itu pekerjaan yang sudah biasa kami lakukan.

Berbekal google, akhirnya saya pun mencari tahu apa itu Sail Tomini. Ternyata Sail Tomini itu merupakan upaya pemerintah mewujudkan penguatan strategi pembangunan kelautan dan maritim khususnya untuk kawasan timur Indonesia dan pulau terpencil serta terluar. Nah, salah satu rangkaian kegiatan Sail Tomini 2015 kali ini adalah renang estafet yang dilakukan di sepanjang teluk tomini dan untuk itulah kami dipanggil oleh Polisi Air Sulawesi Tengah untuk menjadi tim medis di acara tersebut.

Mengetahui bahwa saya akan menjadi tim medis lapangan membuat saya kegirangan. Betapa tidak? Hal inilah yang saya tunggu selama ini, menjadi dokter lapangan yang tak hanya duduk di belakang meja menanti pasien. Terbayang sudah saya akan berada di atas kapal berhari-hari, mengikuti peserta renang estafet, mengawal mereka, sesekali ikut menyelam dan tentu saja memeriksa kesehatan mereka.

Ini penampakan Bandara Mutiara SIS Al-Jufri Palu. Mirip dengan Bandara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar kan? Hanya saja, ini versi mininya. :)

Ini penampakan Bandara Mutiara SIS Al-Jufri Palu. Mirip dengan Bandara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar kan? Hanya saja, ini versi mininya. 🙂

Singkat cerita, tanggal 10 Agustus 2015 yang lalu, saya dan 11 orang teman saya yang lain berangkat ke Palu menggunakan maskapai penerbangan Lion Air. Tiba di Palu, saya terpesona oleh bandara mungil mereka yang saya pikir merupakan versi mini dari Bandara Internasional Sultan Hasanuddin di Makassar. Wajar saja saya demikian terpesona, Bandara Mutiara SIS Al-Jufri Palu, memang telah memenangkan penghargaan sebagai bandara mini terbaik se-Indonesia. Terlihat sangat bersih, rapi dan mungil. Namun, kekaguman saya terhenti ketika keluar dari terminal kedatangan. Suhu udara yang saat itu mencapai 35 derajat celcius membuat saya merasa berada di pinggir perapian, belum lagi ditambah dengan anginnya yang bertiup pelan namun terasa hangat. Bayangkan, anginnya saja terasa hangat! Masih mengeluh kepanasan, mata kami menangkap sosok yang tak asing. Senior kami sewaktu masih kuliah dulu dan sekarang telah bekerja dan membuka klinik sendiri di kota Palu. Sekedar informasi, klinik yang ia bangun telah meraih penghargaan sebagai klinik BPJS terbaik se-Sulawesi Tengah selama dua tahun berturut-turut. Tak tanggung-tanggung, beliau menjemput kami dengan menggunakan bis Polisi Air. Astaga, saya merasa jadi orang penting banget sampai-sampai harus dijemput oleh polisi segala. Hahaha…

Inilah penampakan bis polair yang menjemput kami. Selanjutnya, bis ini pula yang mengantar kami ke lokasi acara.

Inilah penampakan bis polair yang menjemput kami. Selanjutnya, bis ini pula yang mengantar kami ke lokasi acara.

Berangkat dengan bis polisi air tersebut, kami singgah sebentar di klinik senior kami yang lokasinya hanya berjarak sekitar sepuluh menit dari bandara untuk santap siang (meskipun saat itu sudah pukul empat sore) dan lalu melanjutkan perjalanan ke asrama polisi air. Ya, kami semua akan menginap di sana sebelum berangkat ke lokasi acara. Sounds cool, right?

Perjalanan yang menghabiskan waktu selama kurang lebih satu jam dari Kota Palu itu tak begitu terasa karena Palu menawarkan pemandangan yang indah. Memandang ke arah kiri, ada lautan yang terhampar luas, memandang ke arah kanan, ada pegunungan yang demikian lebat pohonnya. Dalam hati, saya bersorak “It looks like exactly the same with my hometown, Jayapura!”. Tiba-tiba saya jadi ingin kembali ke Jayapura, tempat saya menghabiskan masa sekolah dari SD hingga SMA. Sudah enam tahun saya tak pernah menginjakkan kaki lagi di sana. Palu benar-benar indah, hanya saja udaranya sungguh panas. Hal yang wajar, mengingat Palu adalah salah satu kota yang dilewati oleh garis khatulistiwa. Saya yakin, kembali dari sini warna kulit saya pasti berubah lebih gelap, dan itu dibuktikan dengan ujung hidung saya yang masih terlihat gosong terbakar panas matahari saat saya menulis tulisan ini. Hehehe…

Ini tampak depan rumah dinas sementara kami.

Ini tampak depan rumah dinas sementara kami.

Sampai di asrama, kami diberikan satu rumah yang awalnya berfungsi sebagai klinik polisi air. Namun, karena jadwal klinik hanyalah hari Selasa dan Kamis, akhirnya sekarang klinik tersebut difungsikan sebagai penginapan sementara untuk kami. Kira-kira beginilah penampakan dari rumah tersebut.

Udah mirip markas tentara siap perang! Hahaha...

Udah mirip markas tentara siap perang! Hahaha…

Setelah membereskan seluruh barang bawaan kami, kami pun beranjak ke mushola asrama karena waktu maghrib telah tiba. Setelah solat, kami bertemu dengan direktur polair dan beliau menjelaskan rute perjalanan kami esok hari dan apa saja yang akan kami lakukan selama Sail Tomini untuk membantu mereka dalam mengawal tim renang estafet nanti. Agak kaget, ternyata daerah tempat dilakukannya pembukaan acara Sail Tomini sangat jauh dari kota Palu, sekitar sepuluh jam perjalanan! Teman saya yang memiliki motion sickness sudah merasa pusing duluan hanya dengan membayangkannya. Hahaha…

Perjalanan yang cukup panjang untuk suatu tantangan baru yang menyenangkan! Itu yang saya pikirkan. Tapi ternyata, harapan tak sesuai dengan kenyataan. (bersambung)

Leave a Reply