Perlahan mataku terbuka, kudapati tubuhku telah berada dalam kamar tidurku. “Dimana Winda?” gumamku.
“Ia sudah dikebumikan sore tadi,” jawab ibuku yang mungkin sudah sejak tadi menungguiku saat aku tak sadarkan diri.
Aku terhenyak. Pikiranku tiba-tiba kosong. Tak ada sepatah katapun yang terucap dari bibirku. Ingin rasanya ku teriak dan menangis sambil meratap. Tapi otakku tak mampu menerima semua yang ingin kulakukan. Aku hanya duduk dan diam. Diam dalam derasnya hujan sore itu, diam dalam semua penyesalan yang terguyur tetesan hujan, diam dalam kenangan akan sore terakhir aku bersama Winda. Continue reading