“Ky, apa bagus obat kuminum kalau lagi flu ka? Tadi sakit sekali kepalaku, sama demamka jadi minumka Amox.”
Itulah kutipan percakapan telepon yang saya alami beberapa hari lalu. Saya hanya bisa terdiam beberapa saat, bingung hendak menjawab apa. Bukannya saya tak tahu obat apa yang tepat untuk meringankan gejala flu, saya hanya terkesiap dengan fenomena sejenis ini yang kerap terjadi di masyarakat. Fenomena penggunaan antibiotik yang sembarangan tanpa konsultasi terlebih dahulu pada dokter. Sakit kepala sedikit, langsung minum Amoxicillin, demam sedikit, langsung minum antibiotik. Percakapan telepon di atas adalah satu contoh di antara sekian banyak kejadian lainnya. Bukan hanya di Indonesia, tapi juga di seluruh dunia.
Mengapa saya merasa sangat prihatin dengan keadaan ini? Karena hal inilah yang menyebabkan penyakit-penyakit infeksi yang seharusnya bisa diobati malah sulit diobati. Karena ketidaktahuan atau (mungkin) kesoktahuan masyarakat, akhirnya muncullah bakteri yang kebal terhadap antibiotik.
Sebelum membahas lebih jauh mengapa penggunaan antibiotik secara sembarangan bisa menciptakan bakteri yang kebal, kita harus terlebih dahulu tahu apa itu antibiotik. Antibiotik atau yang biasa juga dikenal sebagai anti bakteri adalah obat yang bekerja melawan infeksi yang disebabkan oleh bakteri dengan cara membunuh bakteri tersebut atau mencegah agar bakteri penyebab penyakit menjadi sulit atau tidak dapat berkembang biak.
Nah, amoxicillin adalah salah satu dari sekian banyak jenis antibiotik yang dijual bebas di apotek. Saking mudahnya didapatkan, antibiotik jenis ini difungsikan oleh masyarakat untuk mengobati diri mereka sendiri. Untuk penyakit apapun.
Hal yang selalu saya ucapkan kepada pasien saya ketika saya berikan antibiotik adalah “Antibiotiknya dihabiskan ya. Jangan sampai tersisa.” Kenapa? Karena dengan meminum antibiotik dengan dosis yang tepat dapat membunuh bakteri, sedangkan jika dihentikan semaunya, justru membuat bakteri semakin kuat. Perlu diketahui bahwa, bakteripun sama seperti manusia yang mempunyai keahlian beradaptasi. Analoginya, ketika pasukan musuh diserang dengan suatu senjata, maka beberapa dari musuh tersebut akan mati ataupun sekarat, jika kita menghentikan serangan di tengah jalan sebelum semua pasukan mati, maka pasukan yang lain akan memikirkan strategi baru untuk melawan penyerangan kita. Lalu, ketika kita menyerang mereka lagi dengan senjata yang sama, mereka telah mengetahui teknik penyerangan kita dan bisa menghindarinya bahkan melawan balik. Itulah yang menyebabkan bakteri tak dapat lagi dilawan dengan antibiotik yang sama.
Di masyarakat, banyak saya dapati penggunaan antibiotik yang tidak sesuai. Ketika demam, mereka langsung saja membeli antibiotik di apotek lalu meminumnya. Entah dengan nama dagang apa. Amoxicillin atau Cefadroxyl mungkin adalah obat yang paling sering dikonsumsi secara luas. Padahal, tidak semua demam disebabkan oleh infeksi bakteri. Infeksi parasit, virus dan jamur pun dapat menimbulkan demam.
Perlu diketahui bahwa, ada banyak sekali jenis bakteri yang dikenal di dunia medis, seperti bakteri gram positif, bakteri gram negatif, bakteri tahan asam, bakteri anaerob dan lain-lain, dan tentu saja pengobatannya pun berbeda. Bakteri tahan asam jika diberikan antibiotik untuk bakteri gram negatif pastinya tak akan ada pengaruhnya, begitu pula sebaliknya. Karena itu, kami—para dokter—pun menggunakan antibiotik untuk mengobati pasien dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu, tidak asal memberikan begitu saja. Selain jenis bakteri, pertimbangan kemungkinan efek samping dan keadaan umum pasien harus dipikirkan sebelum diberikan antibiotik.
Contoh percakapan di awal tulisan adalah bukti penggunaan antibiotik yang tak tepat. Flu adalah penyakit yang disebabkan oleh virus, jadi jelas konsumsi antibiotik yang dilakukan oleh teman saya itu salah.
Ikutilah dosis dan cara minum antibiotik yang dianjurkan oleh dokter. Jangan semaunya mengganti dosis ataupun menghentikan penggunaan ketika merasa lebih baik. Jangan memaksa dokter untuk meresepkan antibiotik ketika tidak dibutuhkan. Dan yang paling penting, jangan meresepkan antibiotik untuk dirimu sendiri atau orang lain ketika merasa tak enak badan. Dengan demikian, kamu telah berperan dalam mencegah dan menanggulangi masalah dunia—resistensi antibiotik. Yuk, jadi pasien yang cerdas!
Mantap kak penjelasannya, share!